Menenun Asa Perempuan Berdaya.
Indonesia memiliki kekayaan berupa ribuan motif tenun tradisional. Namun, penghayatnya menghadapi tantangan pasar: mereka kesulitan bersaing dengan gelombang pasang industri tekstil. Kepedulian terhadap nasib para penenun mendorong Adinindyah, Ita Natalia, Paramita Iswari, Rina Anita, dan Westiani Agustin mendirikan Perhimpunan Lawe.
Tekad mereka kokoh: menjaga agar tenun tradisional tak punah digerus zaman. Tahun 2004, ketika perhimpunan ini terbentuk, lurik-tenun khas Jawa dengan corak bergaris-memang nyaris tak dilirik. Popularitasnya jauh tertinggal dari saudara mudanya, batik.
Berangkat dari lurik, Lawe berupaya menghadirkan kembali kekayaan motif tenun dalam bentuk fungsional. Dari selembar kain lurik, menjelma sederet produk mode, mulai dari tas, dompet, kantung ruparupa, aksesori, sampai pernik tulis, mainan, dan elemen dekoratif rumah tangga.
Kini, Lawe juga mengembangkan program kemitraan (sisterhood program) untuk memberdayakan kembali para penghayat tenun tradisi, di berbagai penjuru Nusantara.